PIWULANG URIP MAMPIR NGOMBE.
Menurut piwulang/
ajaran kearifan Jawa, hidup manusia di dunia ini seupama mampir minum (ngombe).
Mampir ngombe adalah bagian dari sangkan paraning urip (dari mana
datangnya hidup dan kemana tujuan manusia setelah dari dunia), artinya
keberadaan manusia sebagai ciptaan Allah paling sempurna di dunia ini karena
dicintai Allah, dipilih Allah, selanjutnya diutus Allah untuk mengelola alam untuk
hidup dan kehidupnnya dengan sebaik-baiknya bersama ciptaan lainnya. Dan apabila
Allah menganggap sudah cukup, manusia dipanggil kembali dari dunia oleh Allah
untuk mempertanggung jawabkan perutusannya selama menjalani hidup di dunia.
Hidup manusia di dunia ini disebut mampir karena diyakini bahwa hidup di
dunia ini hanya sebentar apabila dibanding kehidupan kekal setelah meninggalkan
dunia. Kehidupan di dunia semua orang hidup mengalaminya, tetapi kehidupan
kekal belum dialami oleh yang masih hidup di dunia, dan kehidupan di dunia ini
disebut sebagai peziarahan hidup.
Karena orang yang masih hidup di dunia belum
mengalami kehidupan kekal, dan mereka yang sudah berpulang tidak pernah kembali
atau setidaknya memberi kabar keadaannya kepada yang masih menjalani peziarahan
hidup, menjadikan sebagian orang yang masih hidup di dunia kuatir, apakah kelak
dirinya akan memperoleh ketentraman dan kedamaian hidup kekal atau tidak.
Karena sangat kuatirnya, sering sampai lupa dengan apa yang sekarang ini masih
dijalani yakni hidup di dunia.
Maka ajaran ini menasihatkan bahwa selama manusia
masih diperkenankan oleh-Nya menjalani hidup, hendaknya mau mengelola hidupnya
dengan baik bersama orang lain dan diptaan lain, sebagai ungkapan syukur atas
karunia hidup dari Allah. Manusia bisa mengasihi Allah karena Allah sudah lebih
dulu mengasihi manusia, dan apabila ada orang mengatakan dirinya mengasihi
Allah tetapi membenci sesamanya dan alam semesta, orang tersebut bohong,
bagaimana mungkin bisa mengabdi dan mengasihi Allah yang tidak kelihatan,
sedangkan kepada sesamanya yang kelihatan tidak bisa. Tegasnya barang siapa
mengabdi dan mengasihi Allah, maka iapun harus mengasihi sesama hidup dan alam
semesta.
Meskipun manusia hidup disebut sebagai mampir ngombe, tetapi tidak berarti apa
saja boleh diminum, yang bukan haknya diminum.
Ada empat hal yang bisa dan harus diminum selama
masih hidup di dunia, yakni:
- Ngombe raos (minum rasa); melakukan seperti apa yang dikehendaki orang lain berbuat kepadanya (tepaslira), ngajeni atau menghormati hidup dan kehidupan, menghormati hak azasi manusia, membangun budaya kehidupan.
- Ngombe ngelmu; mengolah batin sesuai ajaran agamanya atau kepercayaannya, tekun belajar dari Kitab Suci yang menjadi tuntunannya, merenungkannya dalam keheningan doa untuk maneges apa yang dikehendaki Sang Pencipta kepada dirinya, selanjutnya mau mengamalkannya dalam hidup sehari-hari, dalam perbuatan baik kepada sesama dan alam semesta (Necep Sabda Dalem Gusti, Neges Kersa Dalem Gusti, ngemban dhawuh Dalem Gusti).
- Ngombe pangertosan; menuntut ilmu pengetahuan, mengasah akal budi, dan semua ilmu pengetahuan yang diperolehnya harus diterima dengan penuh syukur kepada Allah, serta diamalkan dalam perbuatan untuk kebaikan sesama dan alam semesta. Dalam ajaran ini disebut “sing sapa ngombe kudu nguyuh” (barang siapa minum harus kencing).
- Ngombe lelampahaning gesang; rela menerima semua pengalaman hidupnya. Meskipun pengalaman hidup itu beraneka ragam, tetapi sejatinya hanya ada dua hal, yakni yang menggembirakan dan yang menyusahkan, tetapi keduanya tidak ada yang langgeng, dan datangnya selalu bergantian, kadang gembira, kadang susah. Maka hendaknya apabila sedang mengalami kegembiraan, jangan merasa bahwa kegembiraan tersebut langgeng, karena apabila menganggap langgeng bisa menjadi sandungan hidupnya, takabur dan menjadi sombong. Demikian pula sebaliknya, apabila menganggap kesedihan itu kekal, bisa membuat putus asa, tak memiliki pengharapan, atau sebaliknya justru menjadikan dirinya nekat, apa saja diminum, bukan haknya juga diminum. Dalam menjalani ajaran ini ada sebagian orang mengolah batinnya dengan mengambil hikmah dari pengalaman hidupnya sendiri, dan atau orang lain. Cara demikian ini disebut hidup mendasarkan pada “Kitab Lelakoning Urip” menggenapi Kitab Suci.
Apabila manusia mampu meminum
empat perkara hidup tersebut, maka orang tersebut menjadi lengkap hidupnya,
karena sudah bisa merasakan hidup sejati dan sejatinya hidup, tidak hanya
hidup-hidupan atau asal hidup. Sikap tersebut menumbuhkan kesadaran hati bahwa
meskipun manusia mencintai dunia seisinya, tetapi apabila sudah saatnya Allah
menghendaki dirinya harus meninggalkan dunia, dengan ikhlas hati ybs
meninggalkan dunia seisinya menuju tempat yang diyakininya lebih indah dan baik
daripada ketika masih menjalani peziarahan hidup di dunia.
Rahayu, rahayu, rahayu...
P. Kusuma Wirawan (KRT. Kusuma Wijaya),
Email: spiritual..kusuma@gmail.com
Blog: kusumawirawan.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar